اَلدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ ، قُلْنَا لِمَنْ ، قَالَ: لِلّٰهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ
وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ .
“Agama itu nasihat.” Kami (para Sahabat) bertanya, “Untuk siapa?” Nabi saw. menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslim dan untuk kaum Muslim secara umum.” (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i).
Hadis
ini dikeluarkan oleh al-Humaidi dari Sufyan. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini
dari jalur Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan; dari jalur Yahya bin Said, dari
Sufyan; dari jalur Abdurrazaq, dari Sufyan; dari jalur Waki’, dari Sufyan; dan
dari jalur Sufyan bin Uyainah. Imam Muslim dari jalur Muhammad bin Hatim, dari
Ibn Mahdi, dari Sufyan; dari jalur Umayyah bin Bistham, dari Yazid bin Zurai’,
dari Rawh bin al-Qasim. Abu Dawud dari jalur Ahmad bin Yunus, dari Zuhair.
An-Nasa’i dari jalur Ya’qub bin Ibrahim, dari Abdurrahman dari Sufyan.
Keempatnya (Sufyan bin Uyainah, Sufyan ats-Tsauri, Rawh bin al-Qasim, Zuhair)
dari Suhail bin Abi Shalih, dari ‘Atha’ bin Yazid al-Laitsi, dari Tamim
ad-Dari.
Hadis ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari jalur Abu Hurairah. Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani berkata: hadis hasan sahih. Ad-Darimi mengeluarkan hadis ini dari Ibn Umar.
Hadis ini termasuk pokok agama. Imam an-Nawawi memasukkannya dalam Al-Arba’ûn hadis ke-tujuh.
( اَلدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ ) Ad-Dîn an-Nashîhah (Agama itu Nasihat) maknanya adalah mayoritas
atau bagian terbesar (mu’zham / مُعْظَم), pilar dan tiang agama ini
adalah nasihat. Ini seperti hadis, “Al-Hajju ‘Arafatun / اَلْحَجُّ
عَرَفَةٌ (Haji itu wukuf di ‘Arafah).
Asal kata nashîhah / نَصِيْحَة diambil dari: Pertama, ( نَصَحَ الْعَسَلَ ) nashaha al-‘asala (memurnikan madu) yang artinya ( خَلَّصَ ) khallasha (memurnikan) sehingga nashîhah artinya kemurnian. Kedua, diambil dari ( نَصَحَ الرَّجُلُ ثَوْبَهُ اِذَا خَاطَهُ ) nashaha ar-rajulu tsawbahu idzâ khâthahu (Laki-laki itu nashaha bajunya jika ia menjahitnya). Menjahit adalah mempertautkan dua ujung kain dengan jahitan hingga bertaut erat.
Orang yang memberi nasihat diserupakan dengan itu karena ia mengehendaki kebaikan bagi orang yang diberi nasihat seperti ia menghendaki kebaikan baju atau menambal bolongnya dengan menjahitnya. Karena itu, nasihat diartikan menghendaki atau mengantarkan kebaikan kepada orang yang dinasihati dengan ucapan ataupun perbuatan.
Huruf ( اَللَّام ) al-lâm dalam frasa (لِلّٰهِ) lilLâh adalah ( لِلْاِسْتِحْقَاق ) lil istihqâq (menyatakan yang berhak). Jadi agama adalah nashîhah yang harus ditunaikan kepada–sebagai hak–Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin kaum Muslim dan kaum Muslim secara umum.
Dalam konteks ini arti (نَصِيْحَة) nashîhah yang pertama lebih tepat ditujukan kepada Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya; artinya adalah memurnikan penunaian apa saja yang diperuntukkan kepada Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya. Nasihat untuk Allah maknanya adalah mengimani Allah dengan sepenuh makna dan cakupannya; mentauhidkan Allah secara rububiyah, uluhiyah, asma wa shifat dan hakimiyah; taat kepada-Nya atas dasar cinta yang menghimpun harapan dan rasa takut dengan menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang; menyeru manusia kepada-Nya; membangun loyalitas dan disloyalitas karena-Nya; berjihad di jalan-Nya; dsb.
Nasihat untuk Kitab-Nya adalah mengimaninya sebagai kalamullah dan mengamalkan segala isinya; mengagungkannya; membacanya dengan benar, khusyuk saat membaca dan mendengarnya; membelanya dari orang yang mengotorinya dan memalingkan atau mengacak-acak maknanya; mempelajari dan memahaminya; serta mengajarkan dan memahamkannya kepada manusia; dsb.
Nasihat untuk Rasul-Nya adalah mengimani kenabian dan risalah beliau; membenarkan apa saja yang beliau bawa; menaati perintah dan larangan beliau; membela beliau; membangun loyalitas dan disloyalitas karena beliau; mengambil, mengikuti, mempelajari, memahami, menghidupkan dan menyebarkan sunnah beliau; memenuhi seruan beliau; mencintai keluarga dan para sahabat beliau; dsb.
Nasihat dalam arti kedua lebih tepat diperuntukkan kepada para pemimpin kaum Muslim dan kepada kaum Muslim umumnya. Nasihat untuk pemimpin kaum Muslim mencakup membantunya di atas kebenaran; menaatinya dalam kemakrufan; memberi tahu yang mereka lupa; menyampaikan hak-hak kaum Muslim; amar makruf nahi mungkar kepadanya dan mengoreksinya jika salah; membantu dan mendorongnya untuk mewujudkan penghambaan semata kepada Allah dan menjauhi kesyirikan dalam hal rububiyah, uluhiyah, asma wa shifat dan hakimiyah Allah; berjihad di belakangnya; dsb.
Adapun nasihat untuk kaum Muslim pada umumnya maknanya adalah dengan menunjuki mereka kepada kebaikan dan kemaslahatan mereka di dunia dan diakhirat; tolong-menolong dalam ketakwaan bukan dalam kemaksiatan; menutup aurat dan aib mereka; menambal kekosongan mereka; merealisasi manfaat untuk mereka dan menolak madarat dari mereka; amar makruf dan nahi mungkar kepada mereka; menunaikan hak-hak mereka; tidak menzalimi dan tidak menipu mereka; tidak memakan harta mereka secara zalim; menyukai untuk mereka apa yang disukai untuk diri sendiri dan membenci untuk mereka apa yang dibenci untuk diri sendiri serta mendorog mereka untuk menunaikan semua bentuk nasihat di atas; dsb. Bahkan Rasulullah saw. bersabda:
حَقُّ
الْمُؤْمِنِ عَلَى الْمُؤْمِنِ سِتٌّ : (فَذَكَرَ
مِنْهَا)
…وَإِذَا
إسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ .
Hak Mukmin terhadap Mukmin lainnya ada enam : (di antaranya) ......jika ia meminta nasihatmu maka nasihati dia (HR Muslim).
Memberikan
nasihat kepada kaum Muslim seperti yang dituturkan Jarir bin Abdullah termasuk
materi baiat yang diambil Nabi saw. dari para Sahabat. Di antara praktiknya,
Ibn Baththal menukil dari Ibn ‘Ajlan, dari Awn bin Abdullah, bahwa jika Sahabat
yang mulia Jarir bin Abdullah menawarkan dagangan, ia menjelaskan cacatnya lalu
ia berkata kepada pembeli, “Jika mau, belilah, dan jika tidak, tinggalkan.”
Saat dikatakan, “Jika engkau melakukan itu maka tidak akan terjadi jual-beli
untukmu.” Jarir menjawab, “Kami telah membaiat Rasulullah agar menasihati
setiap Muslim.”
Ini
menunjukkan keluasan makna nasihat dalam konteks hadis ini. (وَمَا تَوْفِيْقُ
اِلَّا بِاللهِ) Wa mâ tawfîqu illâ bilLâh. [Al-Wa'ie/Hadits Pilihan/No.118/Juni 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar