مَنْ
سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ ، وَمَنْ سَنَّ
فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ
عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ .
Siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh
yang baik maka untuknya pahalanya dan pahala siapa saja yang melakukannya
setelah dia karena mencontohnya tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun. Siapa
saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang buruk maka atasnya dosanya
dan dosa siapa saja yang melakukannya setelah dia karena mencontohnya tanpa
berkurang dosa mereka sedikitpun.
(HR Muslim, Ahmad, Ibn Majah dan an-Nasa’i).
Imam Ahmad
mengeluarkan hadis ini dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Hasyim bin al-Qasim dan
dari Muhammad bin Ja’far. Ketiganya dari Syu’bah dari ‘Awn bin Abi Juhaifah.
Imam
Muslim mengeluarkannya dari Muhammad bin al-Mutsanna al-‘Anazi, dari Muhammad
bin Ja’far, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Abu Usamah, dari Ubaidullah
bin Muadz al-‘Anbari, dari Muadz al-‘Anbari. Semuanya dari Syu’bah dari ‘Awn
bin Abi Juhaifah. Juga dari jalur Ubaidullah bin Umar al-Qawariri, Abu Kamil
dan Muhammad bin Abdul Malik al-Umawi. Ketiganya dari Abu ‘Awanah dari Abdul
Malik bin ‘Umair.
Ibn Majah
mengeluarkannya dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abi asy-Syawarib, dari Abu
‘Awanah, dari Abdul Malik bin Umair.
An-Nasa’i
mengeluarkannya dari Azhar bin Jamil, dari Khalid bin al-Harits, dari Syu’bah,
dari ‘Awn bin Abi Juhaifah.
Lalu ‘Awn
bin Abiy Juhaifah dan Abdul Malik bin ‘Umair dari al-Mundzir bin Jarir dari
Jarir bin Abdillah al-Bajali. Hadis ini juga diriwayatkan dari Jarir bin
Abdullah al-Bajali dengan lafal sedikit berbeda.
Abu
Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. juga pernah bersabda:
مَنْ
دَعَا اِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يُنْقِصُ ذٰلِكَ
مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا ،
وَمَنْ دَعَا اِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ
تَبِعَهُ لَا يُنْقِصُ ذٰلِكَ
مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا .
Siapa saja yang mengajak pada
petunjuk maka untuknya pahala semisal orang yang mengikutinya, hal itu tidak
mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa saja yang mengajak pada kesesatan
maka atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak
mengurangi dosa mereka sedikitpun (HR Muslim, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn
Majah, at-Tirmidzi, Abu Ya’la dan Ibn Hibban)
Imam
an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan, bahwa dua hadis ini secara
gamblang menunjukkan disukainya mencontohkan perkara yang baik dan haramnya
mencontohkan perkara yang buruk; juga menunjukkan bahwa siapa saja yang
mencontohkan perkara yang baik maka untuknya semisal pahala setiap orang yang
melakukan karena mencontohnya hingga Hari Kiamat. Sebaliknya, siapa saja yang
mencontohkan perkara yang buruk maka atasnya dosa semisal dosa orang yang
melakukannya karena mencontohnya hingga Hari Kiamat.
Hadis
kedua menunjukkan bahwa siapa saja yang mengajak pada petunjuk maka untuknya
pahala semisal pahala orang-orang yang mengikutinya, atau siapa saja yang
mengajak pada kesesatan maka atasnya dosa semisal dosa orang-orang yang
mengikutinya; baik petunjuk dan kesesatan itu ia yang memulainya pertama kali
atau sudah ada yang memulainya; baik berupa pengajaran ilmu, ibadah, adab atau
yang lainnya. Lafal (عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ) “fa ‘amila bihâ ba’dahu” maknanya, jika
ia mencontohnya, baik perbuatan itu dilakukan semasa hidupnya atau setelah
kematiannya.
Allah SWT
berfiman:
لِيَحۡمِلُوٓا
أَوۡزَارَهُمۡ كَامِلَةً يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ وَمِنۡ أَوۡزَارِ الَّذِيۡنَ
يُضِلُّوۡنَهُمۡ بِغَيۡرِ عِلۡمٍۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُوۡنَ ٢٥
(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan
sepenuh-penuhnya pada Hari Kiamat dan (semisal) dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan tanpa mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS an-Nahl
[16]: 25).
Lalu
bagaimana jika seseorang bukan hanya mencontohkan perkara yang buruk, tetapi
juga menyerukan dan memerintahkan orang untuk melakukannya, berapa besar dosa
yang harus dia pikul? Bagaimana pula jika seseorang bukan hanya menyerukan
kesesatan, bahkan menyerukan kesyirikan seperti menjadikan manusia sebagai
pesaing Allah dalam membuat hukum seraya meninggalkan hukum yang telah
diturunkan oleh Allah; memoles kesyirikan itu supaya tampak seakan-akan islami;
lalu memberi mandat dan menyuruh untuk memberi mandat kepada orang untuk
melakukan kesesatan atau kesyirikan itu? Membayangkannya saja sudah membuat
kita ngeri.
Sebaliknya,
berapa banyak pahala yang bisa diraih oleh orang yang mencontohkan perkara yang
baik, menyerukannya dan menyuruh orang untuk melakukan dan menyerukan perkara
baik itu? Bagaimana jika yang diserukan dan dicontohkan itu adalah perjuangan
dan dakwah demi tegaknya syariah yang akan bisa mengantarkan pada terwujudnya
berbagai kebaikan dan terhalanginya berbagai kemungkaran di tengah masyarakat?
Siapapun yang melakukannya bukankah pantas berharap akan mendapat pahala atas
setiap kebaikan yang nanti terwujud dan dari tercegahnya setiap kemungkaran
dengan tegaknya syariah dan Khilafah di tengah masyarakat? WaLlâha ‘lam bi
ash-shawâb. [Al-Wa'ie/Hadits Pilihan/No.105/Mei 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar