Tafsir QS ALi Imran 98-99: Waspadalah Terhadap Ahli Kitab!
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
قُلْ
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ
تَبْغُونَهَا عِوَجًا وَأَنْتُمْ شُهَدَاءُ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ (99)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (100)
Katakanlah:
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah
orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok,
padahal kamu menyaksikan? ” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.
Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang diberi al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (TQS Ali Imron [3]: 99-100).
Pemeluk
Yahudi dan Nasrani, oleh kaum Liberal seringkali digambarkan berwajah
ramah. Alasannya, sebagai sesama pemeluk agama Ibrahim –Abrahamic faiths,
begitu mereka sering menyebutnya–, Ahli Kitab itu dikesankan sebagai
sahabat, bahkan saudara bagi kaum Muslim. Konsekuensinya, segala syak
wasangka dan kecurigaan terhadap mereka pun harus dienyahkan.
Aspek-aspek perbedaan antara Islam dengan kedua agama itu, menurut
mereka tak perlu ditonjolkan atau dipersolakan. Masing-masing pihak juga
dihimbau agar tidak merasa diri paling benar sembari menuding lainnya
sesat. Sikap menganggap diri paling benar dan saling menyesatkan itu
dianggap sebagai bahaya laten yang sewaktu-waktu dapat meletuskan
konflik antara umat beragama.
Agar
tercipta hubungan yang lebih harmonis dengan Ahli Kitab, mereka
berusaha meniadakan berbagai aturan yang dianggap menjadi sekat
penghalang. Perkawinan beda agama yang jelas diharamkan, mereka
halalkan. Larangan kehadiran seorang Muslim dalam perayaan natal mereka
tentang. Bahkan katagorisasi Mukmin dan kafir mereka anggap tidak
relevan lagi. Tak kalah menyakitkan, yang sering mereka tuduh sebagai
biang penyebab konflik dan merebaknya terorisme adalah kaum Muslim yang
berpegang teguh dengan aqidahnya.
Tuduhan
kaum Liberal itu jelas salah alamat. Persepsi mereka tentang Ahli Kitab
juga kontradiski dengan realita sebenarnya. Ahli Kitab yang mereka
gambarkan berwajah ramah itulah justru yang memendam dendam kesumat
terhadap Islam dan umatnya. Mereka tidak merasa senang jika umat Islam
masih tetap konsisten dengan agamanya. Jiwa mereka tidak akan puas
sebelum umat Islam mengikuti agama mereka (lihat QS al-Baqarah [2]:
120). Untuk itu, mereka menempuh berbagai cara untuk menghalangi manusia
agar tidak memeluk Islam. Mereka juga menyusun aneka strategi untuk
memurtadkan umat Islam. Sikap permusuhan mereka itu diberitakan dalam
beberapa ayat. Di antaranya adalah QS Ali Imron [3]: 99-100.
Menghalangi Manusia kepada Islam
Dalam ayat itu Allah Swt berfirman: Qul yâ Ahl al-Kitâb lima tashuddûna ’an sabîliLlâh man âmana (katakanlah:
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah
orang-orang yang telah beriman). Sebenarnya seruan ayat ini ditujukan
kepada Ahli Kitab, yakni kaum Yahudi dan Nasrani. Namun yang
diperintahkan untuk menyampaikan seruan itu adalah Rasulullah saw.
Seruan itu berisi peringatan keras dan celaan terhadap Ahli Kitab atas
perilaku mereka. Hal ini dapat dipahami dari bentuk îstifhâm (kalimat tanya) dalam ayat ini. Sebagaiman dituturkan al-Syaukani dalam Fath al-Qadîr, kalimat tanya tersebut mengandung makna li al-inkâr wa al-tawbîkh (pengingkaran dan celaan).
Mereka
diperingatkan dan dicela karena telah melakukan tindakan yang amat
jahat dan busuk. Dalam merespon Islam, mereka menolak untuk mengimani
dan memeluknya. Padahal, Islam adalah terakhir yang diperuntukkan bagi
seluruh manusia, termasuk bagi mereka (lihat QS Saba’ [34]: 28; al-A’raf [7]: 158). Penolakan mereka itu diberitakan dalam ayat sebelumnya:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا تَعْمَلُونَ
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha menyaksikan apa yang kamu kerjakan? (TQS Ali Imron [3]: 98).
Tidak
sekadar menolak beriman, mereka juga menghalangi orang lain untuk
memeluk Islam. Dengan segenap usaha mereka berusaha memalingkan manusia
dari Islam. Dalam ayat ini, mereka disebutkan melakukkan tashuddûna ’an sabîliLlâh. Al-Baghawi dan al-Jazairi memaknai tashuddûna dengan tusharifûna (memalingkan). Sedangkan makna sabîliLlâh dalam ayat ini adalah dîn yang
diridhai-Nya, yakni Islam. Demikian penjelasan al-Zamakhsyari,
al-Alusi, al-Syaukani, al-Jazairi, dan al-Samarqandi dalam kitab tafsir
mereka.
Tindakan
jahat itu sengaja mereka lakukan agar orang-orang yang telah memilih
agama benar berbelok arah, sehingga turut terjerumus dalam kesesatan.
Niatan jahat mereka itu digambarkan dengan firman-Nya: tabghûnahâ ’iwaj[an] (kamu menghendakinya menjadi bengkok). Kata ‘iwaj[an] bermakna zaygh[an] wa mayl[an] (bengkong
dan miring). Dalam konteks ayat ini, kata tersebut mencakup semua
agama, ajaran, atau ideologi yang menyimpang dari Islam. Semua agama,
ajaran, atau ideologi itu layak disebut sebagai ‘iwaj[an] (bengkok) karena faktanya memang tidak lurus alias bengkok atau sesat.
Celaan terhadap mereka itu menjadi kian berat manakala sesungguhnya mereka mengetahui kebenaran Islam. Allah Swt berfirman: wa antum syuhadâ’a (padahal
kamu menyaksikan?”). Menurut al-Baghawi, mereka telah mengetahui dalam
kitab Taurat mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad saw; dan bahwa agama
Allah yang diterima hanyalah Islam. Berkenaan dengan perkara ini Allah
Swt berfirman:
الَّذِينَ
آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil)
mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran,
padahal mereka mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 146).
Ayat
tersebut menggambarkan pengetahuan mereka terhadap Rasulullah saw.
Mereka tahu benar bahwa beliau adalah utusan Allah Swt; al-Quran yang
beliau bahwa adalah wahyu dari-Nya; dan risalah yang beliau bawa adalah
haq. Kendati demikian, mereka tetap bersikukuh untuk tidak beriman.
Sebaliknya, mereka justru menjadi orang yang ingkar dan memusuhi Islam
beserta umatnya.
Sikap itu muncul lantaran kedengkian mereka terhadap kaum Muslim. Realitas ini diberitakan Allah Swt dalam firman-Nya:
وَدَّ
كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ
إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Sebahagian
besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu
kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran (TQS al-Baqarah [2]: 109).
Dengan
demikian, mereka telah melakukan kejahatan dan kedurhakaan yang amat
besar. Terhadap kejahatan dan kedurhakaan itu, mereka diingatkan Allah
Swt: WamâLlâh bighâfil ’ammâ ta’malûna (Allah sekali-kali tidak
lalai dari apa yang kamu kerjakan). Peringatan ini seharusnya
menyadarkan mereka. Jika kini mereka seolah bisa leluasa menghalangi
manusia dari jalan Islam, maka hal itu tidak akan dibiarkan. Semua
kejahatan mereka diketahui dan dicatat-Nya. Tak ada yang terlewatkan.
Dan di akhirat kelak, mereka harus mempertanggungjawabkannya.
Berikutnya, mereka pun tidak bisa mengelak dari azab-Nya yang maha
dahsyat. Dalam ayat lainnya Allah Swt berfirman:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan (QS al-Nahl [16]: 88).
Mereka juga dinyatakan dalam kesesatan yang jauh. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلَالًا بَعِيدً
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (QS al-Nisa’ [4]: 167).
Allah Swt juga berfirman:
الَّذِينَ
يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَيَصُدُّونَ
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ
بَعِيدٍ
(Yaitu)
orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan
akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam
kesesatan yang jauh (QS Ibrahim [14]: 3).
Semua amal mereka akan dihapuskan. Allah Swt berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَشَاقُّوا الرَّسُولَ
مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ
شَيْئًا وَسَيُحْبِطُ أَعْمَالَهُمْ
Sesungguhnya
orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta
memusuhi rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak
dapat memberi mudarat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan
menghapuskan (pahala) amal-amal mereka (QS Muhammad [47]: 32).
Dan apabila mereka mati dan tidak bertaubat, maka mereka tidak akan mendapatkan ampunan-Nya. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah
kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak
akan memberi ampun kepada mereka. (QS Muhammad [47]: 34).
Ikuti Mereka: Kufur
Setelah menyeru Ahli Kitab, Allah Swt kemudian menyeru kaum Mukmin. Allah Swt berfirman: Yâ ayyuhâ al-ladzîna âmanû in tuthî’û farîq[an] min al-ladzîna ûtû al-Kitâb (hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-Kitab). Kata tuthî’û berasa dari kata al-thâ’ah yang berarti al-inqiyâd (tunduk dan patuh).
Dalam
ayat ini, kaum Mukmin diingatkan. Apabila mereka bersedia tunduk
terhadap perintah Ahli Kitab, patuh terhadap kemauan mereka, membebek
langkah mereka, dan menuruti arahan mereka, maka akan mengeluarkan kaum
Mukmin dari agama mereka. Allah Swt berfirman: yaruddûkum ba’da îmânakum kâfirîn (niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman).
Zaid
bin Aslam meriwayatkan bahwa Syasy bin Qays –gembong kafir Yahudi yang
amat benci dan dengki terhadap kaum Muslim– melewati sekelompok orang
dari Aus dan Khajraj yang sedang berbincang-bincang dalam suatu majelis.
Dia merasa marah melihat persatuan dan kebaikan mereka setelah masuk
Islam. Padahal di masa Jahiliyiyyah, kedua kabilah itu terlibat
permusuhan. Kemudian dia menyuruh seorang pemuda Yahudi untuk ikut dalam
majelis itu dan mengungkit-ungkit peristiwa Perang Buats dan
mendendangkan syair-syair yang dibaca pada saat itu.
Akibat
provokasi Yahudi, kedua kelompok itu pun teringat kembali dengan
kejadian dan permusuhan mereka di masa Jahiliyyah. Bentrokan di antara
mereka hampir saja terjadi. Untunglah peristiwa itu segera terdengar
Rasulullah saw. Beliau pun datang kepada mereka dan bersabda, “Wahai
kaum muslim, apakah seruan-seruan jahiliyyah [muncul lagi], sedangkan
aku masih berada di tengah-tengah kalian? Setelah Allah menunjukkan
kalian kepada Islam, memulayakan kalian dengannya, memutuskan kalian
dari perkara jahiliyyah dengannya, menyelamatkan kalian dari kekufuran
dengannya, dan menyatukan kalian dengannya, kemudian kalian justru
kembali semula menjadi kafir?” Setelah itu kemudian turun beberapa
ayat. Dua ayat sebelumnya (ayat 98-99) ditujukan kepada Ahli Kitab.
Sementara ayat ini dan ayat berikutnya turun kepada kaum Muslim.
Dengan
melihat sabab nuzul ayat ini, tampak jelas kebencian Ahli Kitab
terhadap Islam dan umatnya. Mereka tidak menyukai jika umat Islam kukuh
berpegang kepada agamanya. Mereka juga tidak senang melihat umat Islam
bersatu. Hati mereka terbakar tatkala menyaksikan umat Islam tampak
kuat. Berbagai strategi mereka susun untuk memporakporandakan barisan
umat Islam, mengadu domba umat Islam, dan melepaskan umat Islam dari
agamanya. Jika umat islam tidak waspada; terjebak dan mengikuti skenario
jahat mereka, sudah pasti umat Islam akan terjerumus dalam kekufuran.
Kita berlindung kepada Allah atas hal itu. WaLlâh a’lam bi al-shawâb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar