Senin, 10 November 2014

HIJRAH HAKIKI



HIJRAH HAKIKI

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلَّمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللّٰهُ عَنْهُ .
Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah
(HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, Ibn Hibban, al-Humaidi)

Sanad Hadis
Imam al-Bukhari meriwayatkan hadis ini: 1) dari Adam ibn Abi Iyas dari Syu‘bah dari Abdullah ibn Abi as-Safar dan Ismail ibn Abi Khalid dst; 2) dari Abu Nu’aim dari Zakaria dst. Dalam al-Adab al-Mufrad, beliau meriwayatkannya dari Musaddad dari Yahya dari Ismail ibn Abi Khalid dst.
Abu Dawud meriwayatkannya dari Musaddad dari Yahya dari Ismail ibn Abi Khalid dst.  An-Nasai meriwayatkannya dalam Sunan an-Nasâ’î dari Amru ibn Ali dari Yahya dari Ismail dst. Dalam Sunan al-Kubrâ hadis ini diriwayatkan dari: 1)  Muhammad ibn Abdillah ibn Yazid dari Sufyan; 2) Yusuf ibn Isa dari al-Fadhal ibn Musa, keduanya (Sufyan dan al-Fadhal) dari Ismail ibn Abi Khalid dst. 
Imam Ahmad meriwayatkannya dalam al-Musnad dari: 1) Yahya ibn Said dari Ismail ibn Abi Khalid dst; 2) Waki’ dari Zakaria dst.; 3) Muhammad ibn Ja’far dari Syu’bah dari Ismail ibn Abi Khlaid dst; 4) dari Husain ibn Muhammad dari Syu’bah dari Ismail ibn Abi Khalid dan Abdullah ibn Abi as-Safar dst; 5) Abu Nu’aim dari Zakaria dst; 6) Muhammad ibn ‘Ubaid dari Zakaria dst.
Ibn Hibban meriwayatkannya dari: 1) Ahmad ibn Yahya ibn Zuhair al-Hafizh dari Muhammad ibn al-‘Ala’ ibn Kuraib dari Abu Muawiyah dari Dawud ibn Abi Hanad dst; 2) Abdullah ibn Qahthabah dari Ubaidah ibn Humaid dari Bayan ibn Bisyir dst.
Adapun al-Humaidi meriwayatkannya dari Sufyan dari Dawud ibn Abi Hanad dan Ibn Abiy Khalid dst.
Kelimanya (yaitu Dawud ibn Abi Hanad, Ismail ibn Abi Khalid, Zakaria ibn Abiy Zaidah, Abdullah ibn Abi as-Safari, Bayan ibn Bisyir) meriwayatkannya dari ‘Amir asy-Sya’bi dari Abdullah ibn Amru ibn al-‘Ash dari Rasulullah saw.
Dalam riwayat al-Hakim disebutkan bahwa hadis ini disampaikan Rasulullah saw saat Haji Wada’.

Makna Hadis
Kata (اَلْمُسْلِمُ) al-muslim, (اَلْاَلِف وَاللَّام لِلْكَمَال) al-alîf wa al-lâm li al-kamâl (alif dan lam untuk menunjukkan kesempurnaan). Harus dipahami bahwa itu juga berarti memperhatikan pilar-pilar Islam lainnya secara keseluruhan.  Al-Khathabi menyatakan: maksudnya adalah Muslim yang paling afdhal adalah orang yang menghimpun penunaian hak-hak Allah dan penunaian hak-hak sesama Muslim. Al-Hafizh Ibn Hajar menambahkan bahwa Rasul menjelaskan tanda-tanda kesempurnaan Islam seseorang, yaitu selamatnya kaum Muslim dari lisan dan tangannya. Secara tekstual (مَنْطُوْق / manthûq), hadis ini merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan sesama Muslim secara baik.1 Adapun secara konseptual (مَفْهُوْم / mafhûm), hadis ini merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan Allah secara baik, karena jika seseorang berinteraksi dengan saudaranya (sesama Muslim) secara baik, tentu lebih utama lagi ia memperbagus interaksinya dengan Allah. Ini dilihat dari sisi  min bâb al-awlâ مِنْ بَابِ الْأَوْلَى (perkara yang paling utama) 
Kata (لِسَان) lisan itu berlaku umum baik yang sudah, sedang atau yang akan terjadi; juga mencakup ungkapan lisan meski tidak langsung kepada orangnya dalam bentuk olok-olok dan sejenisnya. Adapun kata (يَدّ) yadd (tangan) maknanya bukan hanya perbuatan tangan saja, tetapi mencakup seluruh perbuatan semisal menendang, dsb. Disebutkan tangan karena mayoritas perbuatan itu menggunakan tangan. Perbuatan yag dimaksud juga mencakup perbuatan maknawi seperti menguasai hak orang lain dengan cara tidak benar, atau sejenisnya.  Tentang perkataan dan perbuatan ini dikecualikan hal-hal terkait dengan peradilan dan pelaksanaan sanksi. Namun, dalam kaitan peradilan ini pun dilakukan bukan untuk menimpakan keburukan kepada pelakunya melainkan untuk mencari kebaikan dan perbaikan.
Kata (اَلْمُهَاجِر) al-muhâjir, meski berdasarkan timbangan wazan-nya bermakna reproksikal (perbuatan timbal balik dari dua orang), di sini maknanya adalah perbuatan dari seorang saja. Ini seperti kata musâfir (مُسَافِر). Hijrah (هِجْرَة) berasal dari (اَلْهَجْرُ) al-hajru artinya (ضِدُّ الْوَصَل) dhiddu al-washal (lawan dari melanjutkan, meneruskan), yaitu berhenti dan meninggalkan. Secara tradisi, hijrah bermakna keluar atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Menurut al-Jurjani, ulama Hanabilah, dan Hanafiyah, hijrah syar‘i adalah meninggalkan negeri yang berada di tengah kaum kafir dan berpindah ke Dâr al-Islâm.  Artinya secara syar‘i hijrah adalah keluar dari dâr al-kufr (دَارُ الْكُفْر) menuju dâr al-Islâm (دَارُ الْاِسْلَام).2 Al-‘Alqami yang dikutip dalam (عَوْنُ الْمَعْبُوْد) ‘Awn al-Ma’bûd menjelaskan hadis ini,  “Hijrah tersebut ada dua: (ظَاهِرَة) zhâhirah dan (بَاطِنَة) bâthinah.  Hijrah bâthinah adalah meninggalkan apa saja yang diserukan oleh hawa nafsu yang memerintahkan pada keburukan dan seruan setan.  Hijrah zhâhirah adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah (al-firâr bi ad-dîn min al-fitan / اَلْفِرَارُ بِالدِّيْنِ مِنَ الْفِتْنَةِ).”3 Ibn Rajab al-Hanbali dalam (فَتْحُ الْبَرِّ) Fath al-Bârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. Hijrah secara mutlak dalam as-Sunnah ditransformasikan ke makna: meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm karena ingin mempelajari dan mengamalkan Islam. Jika demikian maka asal hijrah adalah meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah berupa kemaksiatan, termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirik untuk tinggal di Dâr al-Islâm. Semata-mata berpindah dari negeri syirik ke Dâr al-Islâm namun tetap saja bermaksiat, maka itu bukanlah hijrah yang sempurna. Hijrah yang sempurna (hakiki) adalah meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah Swt., termasuk meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju  Dâr al-Islâm.4
Saat ini, supaya hijrah syar‘i bisa dilaksanakan maka Dâr al-Islâm yakni Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyah) harus diperjuangkan agar tegak kembali. Inilah hijrah hakiki yang harus kita lakukan saat ini. yaitu memutus dan meninggalkan segala kemaksiatan, menetapi ketaatan dan gigih berjuang untuk demi tegaknya Dâr al-Islâm yaitu Khilafah Islamiyah. Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Al-Wa'ie/Hadits Pilihan/No.89/Januari 2008]

Catatan Kaki
1 Lihat Ibn Hajar al-Ashqalani, Fath al-Bari, 1/54, dari al-Ma’rifah, Beirut. 1379.
2 Lihat al-Jauhari, ash-Shihah fi al-Lighah, 2/243: Al-Fayruz a-Abadi, Al-Qamus Al-Muhith, 2/30: Ibn Sayidih Al-Muhkam fi al-lughah,2/143: al-Qamus al-Fiqh, 1/365: Mu’zam Lughat al-fuqaha, 1/492: Ibn Manzhur Lisan al-‘Arab 5/250.
3 Lihat: Abu ath-Thayyib, ‘Awn al-Ma’bud, 7/113, Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, Beirut, cet,ii, 1415.
4 Lihat, Ibn Rajab al-Hanbali, Fath al-Bari, 1/18, http//dorar.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar