Saat Pertolongan Tiba
إِذَا
جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُ
١ وَرَأَيۡتَ النَّاسَ يَدۡخُلُوۡنَ فِيۡ
دِيۡنِ اللّٰهِ
أَفۡوَاجًا ٢ فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَاسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًا
٣
1.Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan
2.dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong
3.maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat
(QS an-Nashr [110]:1-3).
Surat ini
dinamakan (اَلنَّصۡر) An-Nashr (pertolongan)
karena di dalamnya terdapat ayat yang memberitakan datangnya (نَصۡرُاللّٰهِ) nashrullâh (pertolongan Allah). Nama lainnya
adalah (اَلتَّوْدِيْع) At-Tawdî’ (perpisahan).1
Menurut al-Biqa’i, penamaan tersebut karena turun pada hari Tasyriq Haji
Wada’.2 Menurut al-Alusi, disebut (اَلتَّوْدِيْع) at-tawdî’ karena di
dalamnya terdapat pemberitahuan tentang wafatnya Rasulullah saw. dan perpisahan
beliau dengan dunia dan isinya, sebagaimana disebutkan dalam sejumlah riwayat.3
Surat ini terdiri dari tiga ayat sehingga
termasuk surat yang paling pendek selain al-Kautsar dan al-’Ashr. Tidak ada
perbedaan pendapat bahwa surat ini tergolong dalam surat Madaniyah.4
Pasalnya, surat ini turun sesudah hijrah. Hanya saja. terdapat perbedaan apakah
turunnya sebelum peristiwa (فَتْح مَكَّة) Fath Makkah atau belum, di Makkah atau di Madinah.5
Ahmad meriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa
pada masa akhir kehidupannya Rasulullah saw. Membaca, (سُبْحَانَ
اللّٰهِ وَبِحَمْدَهِ اَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ) “Subhânal-Lâh wabihamdihi
astaghfirul-Lâh wa atûbu ilayhi,” dan beliau bersabda, “Sesungguhnya
Tuhanku memberitahuku bahwa aku akan melihat tanda-tanda pada umatku dan Dia
memerintahkanku, jika melihatnya, agar aku bertasbih kepada-Nya dengan
memuji-Nya dan meminta ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima
Tobat. Sungguh aku telah melihatnya: (إِذَا
جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُ) Idzâ jâ`a nashrul-Lâh wa al-fath hingga akhir surat
ini.”6
Ibnu Abi
Syaibah, Abd bin Hamid, al-Bazzar, Abu Ya’la, Ibnu Marduyah dan al-Baihaqi,
dalam (اَلدَّلَائِل) Ad-Dalâ’il dari Ibnu Umar, berkata: Surat ini turun kepada
Rasulullah saw. saat hari-hari Tasyriq di Mina, yakni pada Haji Wada’. Rasulullah saw mengetahui bahwa itu adalah (وَدَاع) wadâ’ (perpisahan, ucapan selamat tinggal).7
Ibnu Jarir dari Atha’ bin Yasar menyatakan
bahwa surat ini secara keseluruhan turun di Madinah setelah Fath Makkah, masuknya
manusia kepada agama, dan memberitahukan tentang wafatnya beliau.8
An-Nasa’i dari Ibnu ’Utbah berkata: Ibnu ’Abbas bertanya kepadaku,
“Wahai Ibnu ’Utbah, apakah kamu mengetahui surat al-Quran yang turun terakhir?”
Aku berkata, “Ya, (إِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُ) idzâ jâ`a nashrul-Lâh wa al-fath.” Ibnu ’Abbas berkata.
“Engkau benar.”9
Tafsir Ayat
Allah SWT berfirman: (إِذَا
جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُ) Idzâ jâ‘a nashrul-Lâh wa al-fath (Jika pertolongan
Allah dan kemenangan tiba). Ayat ini memberitakan mengenai datangnya
pertolongan Allah SWT kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, ayat ini mengandung
makna:
(إِذَا جَآءَكَ يَارَسُوْلَ
اللّٰهِ نَصۡرُ اللّٰهِ عَلٰي مَنْ عَادَاكَ) idzâ jâ’aka, yâ
Rasulal-Lâh, nashrul-Lâh ’alâ man ’âdâka (Jika telah datang kepadamu, wahai
Rasulullah, pertolongan Allah atas musuhmu).10
Penyebutan (اَلنَّصۡر) an-nashr dan (اَلۡفَتۡحُ) al-fath secara bersama dalam ayat ini menunjukkan
adanya perbedaan di antaranya. Secara bahasa, pengertian (اَلنَّصۡر) an-nashr adalah (اَلْعَوْن) al-’awn (pertolongan, bantuan). Diambil dari ucapan
mereka, “Qad nashara al-ghayts al-ardh: idzâ a’âna ‘alâ nabâtihâ wa mana’a
min qahtihâ (قَدْ
نَصَرَ الْغَيْثُ الْاَرْضَ اِذَا اَعَانَ عَلٰي نَبَاتِهَا ومَنَعَ مِنْ قَحْطِهَا) (Sungguh
hujan telah menolong bumi: ketika membantunya atas tumbuhannya dan mencegah
dari pacekliknya).”11
Dalam konteks ayat ini, menurut Abu Hayyan
al-Andalusi, kata (اَلنَّصۡر) an-nashr bermakna (اَلْاِعَانَةُ
وَالْاِظْهَارُ عَلَي الْعَدُوِّ) al-i’ânah wa al-izhhâr ’alâ al-’aduww (bantuan dan
pertolongan atas musuh).12
Menurut
asy-Syinqithi, pertolongan itu bisa terjadi dalam medan peperangan, dalam
hujjah dan argumentasi, juga dalam menahan musuh seperti pada Perang Ahzab
(lihat QS al-Ahzab [33]: 25) dan terhadap Yahudi (lihat QS al-Ahzab [33];
26-27).13
وَرَدَّ
اللّٰهُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا
بِغَيۡظِهِمۡ لَمۡ يَنَالُوۡا خَيۡرًاۚ وَكَفَى اللّٰهُ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ الۡقِتَالَۚ وَكَانَ اللّٰهُ قَوِيًّا عَزِيۡزًا ٢٥
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir
itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh
keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.
Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS al-Ahzab [33]:25)
وَأَنۡزَلَ
الَّذِيۡنَ ظَاهَرُوۡهُمۡ مِّنۡ أَهۡلِ الۡكِتٰبِ مِنۡ صَيَاصِيۡهِمۡ وَقَذَفَ فِيۡ
قُلُوۡبِهِمُ الرُّعۡبَ فَرِيۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ وَتَأۡسِرُوۡنَ فَرِيۡقًا ٢٦ وَأَوۡرَثَكُمۡ
أَرۡضَهُمۡ وَدِيَارَهُمۡ وَأَمۡوَالَهُمۡ وَأَرۡضًا لَّمۡ تَطَُٔوۡهَاۚ وَكَانَ اللّٰهُ عَلىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيۡرًا
٢٧
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang
membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia
memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan
sebahagian yang lain kamu tawan
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta
benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah
Maha Kuasa terhadap segala sesuatu (QS al-Ahzab [33];26-27)
Adapun (اَلۡفَتۡحُ) al-fath berarti (فَتۡحُ
الْبِلَادِ) fath al-bilâd (pembukaan,
pembebasan negeri-negeri). Pembebasan yang dimaksud adalah pembebasan Kota
Makkah. Demikian menurut al-Hasan, Mujahid dan lain-lain. Menurut Ibnu ’Abbas
dan Said bin Jubair, yang dimaksud adalah pembebasan berbagai kota dan istana.14
Tatkala
pertolongan Allah SWT dan kemenangan itu telah datang, terjadi pula peristiwa
lainnya yang menakjubkan, yakni: (وَرَأَيۡتَ
النَّاسَ يَدۡخُلُوْنَ فِيۡ دِيۡنِ اللّٰهِ
أَفۡوَاجًا) wa raayta
an-nâs yadhkhulûna fî dînil-Lâh afwâj[an] (dan kamu melihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong). Kata (اَلنَّاسَ) an-nâs mencakup orang Arab dan non-Arab. Mereka semua
diberitakan masuk (دِيۡنُ اللّٰهِ) dînul-Lâh. Dijelaskan az-Zamakhsyari, (دِيۡنِ اللّٰهِ) dînil-Lâh adalah Islam, sebab tidak ada agama yang
disandarkan kepada Rasulullah saw. kecuali Islam (Lihat: QS Ali Imran [3]: 85).15
وَمَنۡ
يَبۡتَغِ غَيۡرَ الۡإِسۡلَامِ دِيۡنًا فَلَنۡ يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي الۡاٰخِرَةِ
مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ ٨٥
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi (QS Ali Imran [3]: 85)
Dalam ayat ini,
kata (أَفۡوَاج) al-afwâj merupakan bentuk jamak dari kata (اَلْفَوْج) al-fawj, yang berarti (اَلْجَمَاعَةُ
الْمَارَّةُ الْمُسْرِعَةُ) al-jamâ’ah al-mârrah al-musri’ah (kelompok yang berlalu dengan cepat). Menurut al-Asfahani, kata dengan
makna tersebut juga terdapat dalam QS al-Mulk [67]: 8 dan Shad [38]: 59.16
تَكَادُ
تَمَيَّزُ مِنَ الۡغَيۡظِۖ كُلَّمَآ أُلۡقِيَ فِيۡهَا فَوۡجٌ سَأَلَهُمۡ خَزَنَتُهَآ
أَلَمۡ يَأۡتِكُمۡ نَذِيۡرٌ ٨
hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap
kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga
(neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada
kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan? (QS al-Mulk
[67]:8)
هٰذَا
فَوۡجٌ مُّقۡتَحِمٌ مَّعَكُمۡ لَا مَرۡحَبًا بِهِمۡۚ إِنَّهُمۡ صَالُوا النَّارِ
٥٩
(Dikatakan kepada mereka):
"Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk
berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)". (Berkata pemimpin-pemimpin
mereka yang durhaka): "Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena
sesungguhnya mereka akan masuk neraka" (QS Shad [38]:59)
Ibnu ‘Abbas memaknainya (اَلزُّمَرُ مِنَ النَّاسِ) az-zumar min an-nâs (kelompok-kelompok manusia).17
Abu Hayyan al-Andalusi juga menafsirkannya sebagai (جَمَاعَاتٌ كَثِيْرَةٌ) jama’ât katsîrah (kelompok-kelompok yang banyak). Pada saat itu,
kabilah masuk Islam secara keseluruhan setelah sebelumnya hanya satu-satu atau
dua-dua.18 Karena yang dimaksud dengan
(فَتۡح) fath adalah (فَتۡحُ مَكَّة) fath Makkah
Al-Bukhari
meriwayatkan dari Amir bin Salamah yang berkata, “Pada hari pembebasan Kota
Makkah setiap kaum segera menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah saw. Suku-suku Arab sebelumnya menunda keislaman mereka hingga Kota
Makkah dibebaskan. Mereka mengatakan, “Biarkan dia dan kaumnya, karena jika dia
menang atas kaumnya, maka benarlah bahwa dia seorang nabi.”
Ibnu Katsir juga
menuturkan bahwa hanya dalam waktu dua tahun Jazirah Arab sudah dipenuhi dengan
keimanan. Bahkan seluruh kabilah Arab menampakkan keislamannya.19
Ketika peristiwa
itu terjadi, beliau diperintahkan: (فَسَبِّحۡ
بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَاسۡتَغۡفِرۡهُ)
fasabbih bihamdi Rabbika wa [i]staghfirhu (maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya). Menurut az-Zamkhsyari, (فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ) fasabbih bihamdi Rabbika berarti:
ucapkanlah (سُبۡحَانَ اللّٰهِ) subhânal-Lâh dan memuji
kepada-Nya sebagai ungkapan takjub terhadap kemudahan yang diberikan Allah
dalam perkara yang sebelumnya tidak terlintas dalam benakmu dan orang lain
berupa dikalahkannya penduduk Haram; dan memujilah kepada-Nya. Bisa pula
dimaknai: maka berzikirlah kepada-Nya dengan bertasbih dan memuji sebagai
tambahan dalam beribadah kepada-Nya dan memuji-Nya karena bertambahnya
kenikmatan-Nya kepadamu; atau: shalatlah. Ummu Hani
meriwayatkan, ketika Rasulullah saw. membuka pintu Ka’bah, beliau shalat dhuha
delapan rakaat.20
Adapun perintah untuk beristigfar yang
menyertai tasbih merupakan penyempurna terhadap perintah yang menjadi pilar
penegak agama, yakni: menggabungkan antara ketaatan dan menjaga diri dari
maksiat. Istigfar juga merupakan bagian tawaduk kepada Allah dan menundukkan
jiwa, dan itu merupakan ibadah dalam jiwanya. Rasulullah saw. bersabda:
وَإِنِّيۡ لَأَسْتَغۡفِرُ
اللّٰهَ فِي الۡيَوۡمِ
مِائَةَ مَرَّةً
Sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan kepada Allah dalam
sehari semalam seratus kali (HR Muslim).21
Allah SWT berfirman: (إِنَّهُ
كَانَ تَوَّابًا) Innahu kâna Tawwâb[an] (Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat). Ungkapan ini
memberikan harapan besar bagi orang-orang yang meminta ampunan.22
Kepastian Pertolongan
Allah SWT
Banyak pelajaran penting yang dapat
dipetik dari surat ini. Pertama: kepastian pertolongan Allah SWT.
Datangnya pertolongan merupakan otoritas Allah SWT sebagaimana
ditegaskan dalam firman-Nya:
وَمَا النَّصۡرُ
اِلَّا مِنۡ
عِنۡدِ
اللّٰهِ الۡعَزِيۡزِ
الۡحَكِيۡمِ
١٢٦
Kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana (QS Ali Imran [3]: 126).
Karena menjadi otoritas-Nya, Dialah yang
berhak menentukan kapan pertolongan itu datang dan dengan cara apa diberikan.
Dalam perkara ini, manusia tidak memiliki andil sama sekali. Bahkan para nabi
sekalipun. Buktinya, ketika Rasulullah saw. Dan kaum Muslim ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan serta goncangan amat dahsyat, mereka hanya bisa berkata: (مَتٰى
نَصۡرُ اللّٰهِ) “Matâ
nashrul-Lâh (Kapankah pertolongan Allah?”/QS al-Baqarah [2]:214).
Penyebutan (إِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ) idzâ
jâa nashrul-Lâh dalam surat ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki
andil tentang datangnya pertolongan Allah SWT. Dalam perkara ini, manusia hanya
bisa menjalankan syarat yang ditetapkan untuk mendapatkan pertolongan-Nya.
Allah SWT berfirman:
يٰٓأَيُّهَا
الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡآ إِنۡ تَنۡصُرُوا اللّٰهَ
يَنۡصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ ٧
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian (QS Muhammad [47]:7).
Kedua:
peristiwa yang mengiringi tatkala pertolongan Allah SWT dan futûhât.
Peristiwa tersebut adalah masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong.
Inilah yang diberitakan dalam surat ini dan terjadi dalam sejarah Islam.
Rasulullah saw. Mengawali dakwahnya di Makkah selama tiga belas tahun. Namun,
hanya sedikit yang bersedia masuk Islam. Saat itu, Makkah berada di bawah
kekuasan Qurays yang amat menentang dakwah beliau. Namun, ketika Makkah
berhasil ditaklukkan, hanya dalam beberapa hari penduduk Makkah
berbondong-bondong menyatakan keislamannya. Langkah itu pun diikuti oleh
kabilah-kabilah lainnya di Jazirah Arab.
Sebagai sebuah (دِيۡن) dîn yang berasal dari Allah SWT, Islam
dengan mudah dapat dipahami kebenarannya oleh manusia. Apabila diterapkan dalam
kehidupan, keadilan dan keunggulannya jauh lebih mudah dipahami dan dirasakan.
Sejarah membuktikan, penerapan syariah dalam naungan Khilafah telah mewujudkan
keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan. Realitas ini tentu menjadi magnet luar
biasa yang membuat manusia berbondong-bondong masuk Islam.
Ketika umat Islam berada di bawah
kekuasaan Qurays, banyak di antara mereka yang menjadi korban kekejamannya.
Akibatnya, tidak sedikit orang yang merasa takut masuk Islam. Institusi dan sistem
kufur beserta penguasanya benar-benar telah menjadi hambatan fisik yang
menghalangi manusia untuk masuk Islam. Oleh karena itu, ketika hambatan fisik
itu berhasil dilenyapkan, maka jalan untuk masuk Islam benar-benar lapang.
Mereka pun berbondong-bondong masuk Islam. Ini bukan hanya dialami oleh
penduduk Makkah, namun juga semua negeri yang dibebaskan oleh Islam, seperti
Irak, syam, Mesir, dan sebagainya.
Kemenangan Islam juga menawarkan berbagai
manfaat, termasuk manfaat material, bagi pemeluknya. Aspek ini pun bisa membuat
sebagian orang menyatakan diri masuk Islam. Allah SWT berfirman:
وَلَئِنۡ
جَآءَ نَصۡرٌ مِّنۡ رَّبِّكَ لَيَقُوۡلُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمۡۚ .. ١٠
Sungguh, jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan
berkata, “Sesungguhnya kami besertamu.” (QS
al-Ankabut [29]:10).
Ketiga:
tindakan yang diperintahkan Allah SWT manakala pertolongan-Nya telah datang.
Sebagaimana disimpulkan az-Zamakhsyari, ada dua tindakan yang harus dilakukan,
yakni bersyukur dan beristigfar. Kenikmatan yang diberikan amat banyak hingga
manusia tidak akan mampu menghitungnya (lihat QS Ibrahim [14]:34 dan an-Nahl
[16]:14).
وَاٰتَاكُمۡ
مِّنۡ كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوۡهُۚ وَإِنۡ تَعُدُّوۡا نِعۡمَتَ اللّٰهِ لَا تُحۡصُوۡهَآۗ إِنَّ الۡإِنۡسَانَ
لَظَلُوۡمٌ كَفَّارٌ ٣٤
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah) (QS Ibrahim [14]:34)
وَهُوَ
الَّذِيۡ سَخَّرَ الۡبَحۡرَ لِتَأۡكُلُوۡا مِنۡهُ لَحۡمًا طَرِيًّا
وَتَسۡتَخۡرِجُوۡا مِنۡهُ حِلۡيَةً تَلۡبَسُوۡنَهَاۖ وَتَرَى الۡفُلۡكَ مَوَاخِرَ
فِيۡهِ وَلِتَبۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ ١٤
Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan
itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS an-Nahl [16]:14)
Datangnya pertolongan Allah dan
keberhasilan membebaskan negeri-negeri lain jelas merupakan tambahan kenikmatan
yang luar biasa. Terhadap kenikmatan itu, manusia diperintahkan untuk ber-tasbîh
dan ber-tahmîd kepada Allah SWT. Ini merupakan ungkapan syukur atas
semua kenikmatan yang telah diberikan-Nya. Apabila sikap ini yang dilakukan,
dijanjikan akan ditambah kenikmatan lagi. Namun, jika bersikap sebaliknya,
yakni ingkar terhadap kenikmatan-Nya, maka akan diancam dengan azab (lihat QS
Ibrahim [14]:7)
وَإِذۡ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِنۡ شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيۡدَنَّكُمۡۖ وَلَئِنۡ كَفَرۡتُمۡ
إِنَّ عَذَابِيۡ لَشَدِيۡدٌ ٧
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS Ibrahim [14]:7).
Selain (تَسۡبِيۡح) tasbîh dan (تَحۡمِيۡد) tahmîd, surat ini juga memerintahkan
untuk (اِسۡتِغۡفَار) istighfâr. Memperbanyak istighfâr
adalah bagian dari ibadah yang diperintahkan. Istighfâr sebagai
permohonan ampunan kepada Allah SWT dari semua dosa dan kesalahan yang
dikerjakan. Istighfâr dari rasa bangga yang kadang muncul dan rasa
takabur yang bisa jadi menyelinap ketika memperoleh kemenangan. Istighfâr
dari kekurangan dalam memuji dan mensyukuri nikmat-Nya. Padahal kenikmatan yang
didapatnya begitu melimpah ruah. Istighfâr dari munculnya perasaan yang
mengecilkan pertolongan Allah SWT, seolah kemenangan semata hasil dari upaya
yang dikerjakan. Padahal kemenangan itu hanya didapatkan karena mendapatkan
pertolongan dari-Nya. Istighfâr dari tindakan zalim yang biasa dilakukan
orang-orang yang menang dan kuasa terhadap orang-orang yang kalah dan lemah.
Atas semua kesalahan itu, diperintahkan untuk Istighfâr kepada Allah
SWT. Sebab, Dialah Yang berhak mengampuni seluruh dosa dan kesalahan hamba-Nya
(lihat QS Ali Imran [3]:135 dan al-Zumar [39]:53).
وَالَّذِيۡنَ
إِذَا فَعَلُوۡا فَاحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوۡآ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُوۡا اللّٰهَ فَاسۡتَغۡفَرُوۡا لِذُنُوۡبِهِمۡ
وَمَنۡ يَغۡفِرُ الذُّنُوۡبَ اِلَّا اللّٰهُ
وَلَمۡ يُصِرُّوۡا عَلىٰ مَا فَعَلُوۡا وَهُمۡ يَعۡلَمُوۡنَ ١٣٥
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui (QS Ali Imran [3]:135)
قُلۡ
يَاعِبَادِيَ الَّذِيۡنَ أَسۡرَفُوۡا عَلىٰٓ أَنۡفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوۡا مِنۡ
رَّحۡمَةِ اللّٰهِ ۚ إِنَّ اللّٰهَ يَغۡفِرُ الذُّنُوۡبَ جَمِيۡعًاۚ
إِنَّهُۥ هُوَ الۡغَفُوۡرُ الرَّحِيۡمُ ٥٣
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (QS al-Zumar [39]:53)
Inilah yang harus dilakukan umat Islam
ketika mendapatkan pertolongan dan kemenangan. Mereka tetap menjadi umat yang
terbaik, apa pun kondisinya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb. [23]
Catatan kaki:
1 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 22 (Beirut:
Muassah al-Risalah, 2006), al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5 (Beirut:
Dar al-Fikr, tt), 508; az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, vol. 30 (Birut:
Dar al-Fikr, 1990), 445.
2 Al-Biqa’, Nazhm ad-Durar, vol. 12
(Kairo: Dar al-Kitab al-Islami, tt), 312.
3 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 30
(Beirut: Dar Ihya’ al-‘Arabi, tt), 255.
4 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm
al-Qur’ân, vol. 22, 538; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 508.
5 Az-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, vol.
7, 450.
6 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân
al-‘Azhîm, vol. 4, 2086.
7 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol.
5, 508.
8 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol.
24 (Riyadh: 2000), 670; as-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, vol. 15 (Kairo:
Markaz Hijr, 2003), 721.
9 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân
al-‘Azhîm, vol. 4 (Birut: Dar al-Fikr, 2000), 2085.
10 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol.
5, 509.
11 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm
al-Qur’ân, vol. 22, 538; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 509.
12 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 8
(Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 524. Lihat juga al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol.
30, 255.
13 Asy-Syinqithi, Adhwâ’ al-Bayân, vol.
9 (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 137.
14 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 22, 538. Lihat
juga: Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 4, 2086; al-Baghawi,
Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 8 (Riyad: Dar Thayyibah, 1992), 575.
15 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol.
7, 451; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 8, 524.
16 Al-Asfahani, Al-Mufradât fî Gharîb
al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Ma’rifah, tt), 389.
17 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, vol.
15, 722
18 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol.
7, 451; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 8, 524.
19 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân
al-‘Azhîm, vol. 4
20 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol.
7, 452.
21 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol.
7, 452
22 Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr
al-Bahr al-Muhîth, vol. 8, 525.
23Al-wa’ie / no.115/Maret 2010/Rubrik Tafsir/Ust Rokhmat S. Labib. M.E.I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar