مَنْ
كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللّٰهُ
عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ
الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ . وَمَنْ كَانَتِ اْلآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللّٰهُ
لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ
رَاغِمَةٌ .
Siapa saja yang menjadikan dunia sebagai tujuannya,
Allah mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinannya selalu membayang
di pelupuk kedua matanya; tidak akan datang kepadanya bagian dari dunia kecuali
yang telah ditetapkan untuknya. Siapa saja yang menjadikan akhirat sebagai
tujuannya, Allah menghimpunkan untuknya urusannya dan menjadikan kekayaannya
ada di dalam hatinya, dan dunia mendatanginya, sementara dunia itu remeh dan rendah.
(HR Ibn
Majah, Ahmad, al-Baihaqi, Ibn Hibban, ad-Darimi dll).
Ibn Majah
mengeluarkan hadis ini di dalam Sunan-nya, Ibn Hibban di dalam Shahîh
Ibn Hibbân, ad-Darimi di dalam Sunan ad-Dârimi, Imam Ahmad
di al-Musnad, al-Baihaqi di dalam Syu’ab al-îmân melalui tiga jalur. Hadis ini juga dikeluarkan oleh Abu
Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah li Ibn Abiy ‘Ashim,
ath-Thahawi di dalam Syarh al-Musykal al-Hadîts, ath-Thabrani di Mu’jam
al-Kabîr dan oleh yang lainnya. Semuanya dengan sanad bersumber dari
penuturan Zaid bin Tsabit.
Menurut
al-Haytsami di dalam Majma’ az-Zawâid, para perawi hadis ini tsiqah.
Maher Yasin Fahal di dalam catatan kaki Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam
menyatakan bahwa hadis ini sahih.
Makna Hadits
Hadis ini
termasuk hadis yang memberikan dorongan untuk bersikap zuhud terhadap dunia dan
menjadikan akhirat sebagai tujuan atau gapaian utama. Hadis ini menjelaskan
orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan dengan konsekuensi yang harus ia
tanggung dan orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuan dan apa yang akan ia
raih.
Pertama: (مَنْ كَانَتِ
الدُّنْيَا هَمَّهُ) man kânat ad-dunyâ hammahu (siapa yang
menjadikan dunia sebagai tujuannya). Konsekuensi bagi orang seperti ini adalah:
(1) Allah menceraiberaikan urusannya; yaitu urusannya yang
sudah terhimpun diceraiberaikan oleh Allah.
(2) Allah menjadikan kemiskinannya terus membayang di
pelupuk kedua matanya. Maknanya, Allah mencabut rasa (قَنَاعَة) qanâ’ah dari hatinya sehingga ia
tidak pernah merasa cukup atas rezeki yang ia peroleh. Orang yang mengejar
dunia itu ibarat orang yang meminum air laut. Makin banyak ia minum, rasa
hausnya tidak hilang malah makin haus hingga makin bernafsu pula ia minum.
(3) Tidak akan
datang bagian dari dunia kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.
Maknanya, bagian rezeki tiap orang telah ditetapkan oleh Allah. Bagaimanapun
kerasnya seseorang berusaha mencari tambahan, hal itu tidak bisa menambah apa
yang telah ditetapkan untuknya. Karena itu, orang tipe pemburu dunia ini akan
merasa kelelahan di dunia karena selalu mengejar rezeki itu.
Tipe kedua adalah orang yang
niat dan tujuannya adalah akhirat. Orang yang demikian akan meraih tiga hal. Pertama:
Allah menghimpunkan untuknya urusannya yang tercerai berai. Allah menjadikannya
terhimpun dengan menyiapkan atau lebih tepatnya memudahkan sebab-sebabnya dari
sisi yang tidak dia sangka.
Kedua:
Allah menjadikan kekayaannya ada di dalam hatinya. Maknanya, Allah
menjadikannya qanâ’âh dengan merasa cukup dan berkecukupan sehingga dia tidak
ngoyo kepayahan memburu rezeki dan mengejar dunia.
Ketiga:
Dunia datang kepadanya sebagai sesuatu yang rendah dan remeh serta tunduk
mengikutinya. Artinya, dunia yang telah ditetapkan untuknya mendatanginya dan
tidak berubah menjadi tuan yang menguasai dan mengendalikan dirinya.
Sebaliknya, dunia yang datang itu, di tangannya tetap menjadi alat untuk
mencapai tujuannya, yaitu akhirat.
Alhasil,
rezeki yang sudah ditetapkan untuk hamba pasti akan datang kepadanya. Hanya
saja, hamba diperintahkan untuk berusaha mencarinya. Bagi pencari dunia,
mencari rezeki menjadi tujuannya. Yang dicari dari mengumpulkan harta adalah
kelegaan hidup. Pencari dunia bisa malah merugi dunia dan akhirat. Di dunia
kepayahan dan kesusahan terus mencari dan mengejar harta. Ia tidak merasakan
kelegaan hidup. Meski berlimpah harta, ia akan terus merasa kurang. Karena
disibukkan mengejar harta, ia mengabaikan akhirat sehingga akhirat pun luput
darinya dan tidak bisa ia raih.
Sebaliknya, bagi pencari akhirat, mencari
rezeki itu dilakukan dalam rangka ketaatan menjalankan perintah Allah, bukan
dengan tujuan semata mencari rezeki :
وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْأَرْضِ إِنَّ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS al-Qashash [28]:77).
Mencari rezeki tetap dia lakukan secara
halal; tidak melalaikannya dari perintah-perintah Allah, amar makruf nahi
mungkar dan dakwah untuk memurnikan ketaatan kepada-Nya; tidak menghabiskan
sebagian besar waktu dan tidak menjadi sesuatu yang paling dominan dalam
hidupnya. Mencari rezeki bukan misi hidupnya.
Dalam hal
ini, Allah memperingatkan kita di dalam sebuah hadis qudsi:
يَا اِبْنَ
آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَاِلَّا
تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ .
Wahai anak Adam, luangkan
waktu untuk ibadah (menjalankan ketaatan) kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi
hatimu dengan kaya dan menyempitkan kefakiranmu. Jika tidak, Aku akan memenuhi
kedua tanganmu dengan kesibukan (mengejar harta) dan tidak akan menyempitkan
kefakiranmu (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibn
Hibban).
Kecintaan pada dunia dan kesibukan
mengejar harta telah melalaikan banyak orang dari ketaatan kepada Allah Swt.,
ibadah kepada-Nya, amar makruf nahi mungkar dan dakwah. Karena itu, banyak ayat
dan hadis termasuk hadis ini datang mengingatkan, melahirkan dorongan, menambah
ketumakninahan hati dan mengarahkan kita untuk meninggalkan dunia dan bersikap
zuhud di dunia karena mengharap keridhaan Allah dan kenikmatan di akhirat. [Al-Wa'ie/Hadits
Pilihan/No.103/Maret 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar